Pola
Komunikasi Dalam Keluarga
April,manggarai,ruteng,2018
Masa remaja merupakan suatu masa di mana individu mengalami perubahan dari
masa anak-anak ke masa remaja. Masa remaja juga diartikan sebagai masa dimana
seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga dicapainya
kematangan seksual.
Masa remaja dibagi menjadi masa remaja awal dan masa remaja akhir :
1. Masa remaja awal berada pada rentang usia 13 sampai 17 tahun.
2. Masa remaja akhir berada pada rentang usia 17 sampai dengan 21 tahun.
Remaja mulai berfikir mengenai keinginan mereka sendiri, berfikir mengenai
ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain membandingkan diri mereka
dengan orang lain, serta mau berfikir tentang bagaimana memecahkan suatu
masalah dan menguji pemecahan masalah secara sistematis.
Masa remaja awal berada pada masa puber yaitu suatu tahap dalam
perkembangan dimana terjadi kematangan alat-alat seksual dan tercapainya
kemampuan reproduksi. Remaja disebut juga dengan istilah “Teenagers” (usai
belasan tahun). Menurut Charlotte Buhler (dalam Hurlock, 1980, hal. 205) pada
masa pubertas atau masa remaja awal terdapat gejala yang disebut gejala
“negative phase”, istilah “phase” menunjukkan periode yang berlangsung singkat.
“negative” berarti bahwa individu mengambil sikap “anti” terhadap kehidupan
atau kehilangan sifat-sifat baik yang sebelumnya sudah berkembang.
Gejala yang terjadi pada remaja :
1 Keinginan untuk menyendiri, berkurang kemampuan untuk bekerja,
2.Kegelisahan, kepekaan perasaan, pertentangan sosial dan rasa kurang
percaya diri (lack of self confidence).
Dari beberapa gejala “negative phase” di atas yang paling menonjol dialami
masa remaja adalah rasa kurang percaya diri (lack of self confidence).
Rasa percaya diri merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan individu, karena kepercayaan diri merupakan keyakinan dalam diri
seseorang untuk dapat menanggapi segala sesuatu dengan baik sesuai dengan
kemampuan dirinya yang dimiliki. Kepercayaan diri juga merupakan keyakinan
dalam diri yang berupa perasaan dan anggapan bahwa dirinya dalam keadaan baik
sehingga memungkinkan individu tampil dan berperilaku dengan penuh keyakinan.
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan dalam jiwa manusia untuk menghadapi
tantangan hidup dengan melakukan sesuatu.Setiap individu mempunyai hak untuk
menikmati kebahagiaan dan kepuasan atas apa yang telah dicapainya, tetapi akan
sulit dirasakan apabila individu memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Ciri-ciri individu yang mempunyai kepercayaan diri :
1. Memiliki suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan dirinya sendiri.
2. Bebas melakukan hal yang disukainya.
3. Mampu berinteraksi dengan orang lain.
4. Mempunyai dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan
kekurangan diri sendiri.
Ciri-ciri individu yang kurang percaya diri :
1. Orang yang kurang percaya diri akan merasa dirinya itu kecil.
2. Tidak berharga, tidak ada artinya.
3. Dan tidak berdaya menghadapi tindakan orang lain. dan biasanya takut
melakukan kesalahan dan juga takut ditertawakan orang lain.
4. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sebisa mungkin menghindari
situasi komunikasi.
5. Mereka cenderung takut pada orang lain akan mengejeknya atau
menyalahkannya, yang menjadikan individu tersebut akan banyak menghadapi
masalah.
6. kemampuan berfikir mereka lebih dikuasai oleh emosional, sehingga kurang
mampu menyesuaikan dengan pendapat orang lain.
Fenomena kurang percaya diri ini banyak terjadi pada remaja. Dimana banyak
terjadi perubahan. Dalam rentang usia 13 tahun akan mengalami perubahan fisik.
Pubertas (puberty) yaitu suatu periode di mana kematangan seksual terjadi
secara pesat terutama pada awal masa remaja gejala pubertas ini dapat ditandai
dengan “menarche” atau haid pertama” pada anak perempuan dan “Pollutio atau
mimpi basah” pada anak laki-laki. Perubahan pubertas ini lebih mengarah pada
perubahan fisik. Perubahan ini yang sering menimbulkan masalah pada remaja.
Perubahan fisik yang dialami remaja mempengaruhi keadaan psikologis. Perubahan
fisik yang terjadi berkaitan dengan masalah penampilan. Jadi sudah perhatian
pada penampilan fisiknya, di sini lebih mengarah pada penampilan secara fisik
yaitu kaitannya dengan cara berpakaian, dan berdandan.
Pada usia remaja awal (usia SLTP) remaja mengalami perubahan fisik yang
terkadang belum mencapai taraf proporsional. Sehingga menyebabkan mereka kurang
percaya diri terhadap penampilannya. Cara berpakaian, dan berdandan mempunyai
faktor besar pada kepercayaan diri mereka. Remaja berusaha untuk mengikuti tren
atau mode anak yang seusia mereka. Dengan kekurangan fisik yang dimilikinya
mereka cenderung menggunakan pakaian sebagai cara untuk menutupi kekurangannya.
Remaja akan merasa lebih percaya diri jika cara berpakaian dan cara berdandan
mereka sesuai dengan model teman-teman mereka yang seusia sehingga tidak merasa
minder atau malu jika mereka berkumpul dengan teman sebayanya.
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa kematangan yang lebih awal
meningkatkan kerentanan anak perempuan atas sejumlah masalah. Hal ini sebagai
akibat dari ketidakmatangan sosial dan kognitif (daya pikir) mereka,
dihubungkan dengan perkembangan fisik yang lebih awal. Remaja awal akan merasa
minder, kurang percaya diri jika merasa ada kekurangan yang ada pada dirinya.
Jika hal ini terjadi pada mereka bisa menimbulkan keinginan untuk menutup diri,
selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada
kemampuan mereka sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya sendiri merasa
bahwa dirinya tidak akan mampu mengatasi persoalan.
Hal ini timbul karena kurangnya komunikasi dengan orang tua atau orang
dewasa lain dalam memecahkan masalahnya. Oleh karena itu untuk dapat mengatasi
ketakutan dan kegalauan atas semua perubahan baik fisik maupun psikis, serta
mampu melaksanakan tugas perkembangan pada masa remaja, hendaknya remaja mampu
mengenali, memahami, menerima keadaan dirinya, yang tentunya sangat membutuhkan
pengertian dan dukungan dari pihak orang dewasa, khususnya keluarga.
Pembentukan rasa percaya diri remaja awal tidak bisa lepas dari peran orang
tua. Dalam hal ini keluarga merupakan sebuah lingkungan yang paling awal untuk
membantu remaja mendapat rasa aman, diterima sehingga akan berdampak positif
dalam perkembangan jiwa remaja. Keluarga merupakan tempat atau lingkungan yang
dekat dengan kehidupan remaja, sehingga remaja mampu berupaya untuk terbuka
dalam menghadapi masalah. Dengan adanya komunikasi antara orang tua dan anak
akan mampu membantu orang tua dan remaja, dalam menghadapi masalah.
Permasalahan yang muncul pada diri remaja dapat juga dipengaruhi oleh
kurangnya komunikasi dengan orang tua. Hal ini dikarenakan kurang adanya
keterbukaan antara orang tua dengan remaja dan kurangnya pengetahuan yang
dimiliki orang tua atau terhambat oleh sopan santun atau rasa malu. Kesenjangan
yang sering berkembang antara remaja awal dan orang tua menghalangi remaja awal
bertanya mengenai perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Perubahan yang terjadi
dapat mempengaruhi kepercayaan diri remaja, karena kurangnya informasi yang
diterima.
Untuk menghindari ini sebaiknya perlu adanya komunikasi antara orang tua
dan anak khususnya remaja awal. Dengan komunikasi tersebut diharapkan muncul
keterbukaan, rasa percaya dalam menghadapi permasalahan. Orang tua lebih
terbuka dalam memberikan pengarahan, informasi, dan memberikan kesempatan pada
anak agar mau bercerita tentang keadaan dirinya, Orang tua juga harus berusaha
menunjukkan sikap empati dan perhatian terhadap kesulitan remaja dan adanya
respon yang baik terhadap permasalahan yang dihadapinya. Dengan adanya
komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dalam menghadapi permasalahan
remaja khususnya masalah percaya diri maka diharapkan remaja mampu mengatasi
rasa kurang percaya diri dalam hal ini berkaitan dengan masalah berpakaian dan
berdandan.
Komunikasi sangat penting bagi kehidupan manusia. Melalui komunikasi
manusia dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain. Pendek kata
dengan melakukan komunikasi manusia dapat berhubungan atau berinteraksi antara
satu dengan yang lain.
Menurut (Widjaya, 1987) komunikasi pada umumnya diartikan sebagai hubungan
atau kegiatan yang ada kaitannya dengan masalah hubungan atau diartikan pula
saling tukar-menukar pendapat. Komunikasi dapat pula diartikan sebagai hubungan
kontak antara manusia baik individu atau kelompok.
Menurut Edward Depari (Onong, 2000) komunikasi adalah proses penyampaikan
gagasan harapan dan pesan melalui lambang tertentu, mengandung arti dilakukan
oleh penyampai pesan ditujukan kepada penerima pesan. Secara terminologis
komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada
orang lain. Pengertian ini jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang,
dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Tujuan dari komunikasi,
yakni memberi tahu atau mengubah sikap (attitude), pendapat
(opinion), atau perilaku (behavior).
Di dalam komunikasi terjadi hubungan interpersonal. Melalui komunikasi
interpersonal manusia dapat menyampaikan pesan atau informasi kepada orang
lain. Dengan melakukan komunikasi manusia dapat berhubungan, berinteraksi satu
dengan yang lain.Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat ditarik kesimpulan
pengertian
komunikasi adalah suatu proses penyampaian pernyataan oleh seseorang kepada
orang lain, dengan mengandung tujuan tertentu, memberitahu atau untuk mengubah
sikap, pendapat, atau perilaku baik langsung secara lisan maupun tidak langsung
melalui media.
Menurut Rakhmat, 1999. Hal.129 faktor-faktor yang menumbuhkan Hubungan
Interpersonal dalam komunikasi interpersonal adalah :
a. Percaya (trust)
Rasa percaya diri adalah suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek
kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk
bisa mencapai berbagai tujuan dalam hidupnya Percaya disini merupakan faktor
yang paling penting sejauh mana percaya kepada orang lain dipengaruhi oleh
faktor personal dan situasional. Dengan adanya percaya dapat meningkatkan
komunikasi interpersonal karena membuka hubungan komunikasi, memperjelas
pengiriman dan penerimaan informasi.
b. Sikap suportif
Sikap suportif adalah adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam
komunikasi seseorang bersikap defensif apabila tidak menerima, tidak jujur,
tidak empatis. Dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal.
c. Sikap terbuka (open mindedness)
Dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya
saling pengertian, saling menghargai, dan yang paling penting yaitu saling
mengembangkan kualitas hubungan interpersonal. Dapat dikatakan bahwa komunikasi
orang tua dan anak bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama
terhadap suatu hal dan setiap pihak berhak menyampaikan pendapat perasaan,
pikiran, informasi ataupun nasehat, sehingga menimbulkan pengertian,
kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang lebih baik. Monks (1994)
mengatakan bahwa kualitas hubungan dengan orang tua memegang peranan yang
penting. Adanya komunikasi antara orang tua dan anak pada masa remaja akan
menimbulkan kedekatan. Hubungan antara ibu dan anak lebih dekat dari pada
antara ayah dan anak. Komunikasi dengan ibu meliputi permasalahan sehari-hari,
sedangkan komunikasi dengan ayah meliputi persiapan remaja hidup dalam
masyarakat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Keluarga
Menurut Lunandi (1994. hal. 35), faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi
dalam keluarga adalah sebagai berikut :
a. Citra diri
Manusia belajar menciptakan citra diri melalui hubungan dengan orang lain
di lingkungan. Melalui komunikasi dengan orang lain seseorang akan mengetahui
apakah dirinya dibenci, dicinta, dihormati, diremehkan, dihargai atau
direndahkan.
b. Lingkungan fisik
Perbedaan tempat akan mempengaruhi pola komunikasi yang dilakukan cara
untuk menyampaikan pesan, isi, informasi disesuaikan dengan tempat dimana
komunikasi itu dilakukan karena setiap tempat mempunyai aturan, norma atau
nilai-nilai sendiri.
c. Lingkungan sosial
Penting untuk dipahami, sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi
dalam keluarga memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosial. Lingkungan sosial
dapat berupa lingkungan masyarakat, lingkungan kerja, dan lingkungan keluarga.
Ciri-ciri Komunikasi
Menurut Kumar (Wijaya,1987) ciri-ciri komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Keterbukaan (openess)
Keterbukaan adalah sejauh mana individu memiliki keinginan untuk terbuka
dengan orang lain dalam berinteraksi. Keterbukaan yang terjadi dalam komunikasi
memungkinkan perilakunya dapat memberikan tanggapan secara jelas terhadap
segala pikiran dan perasaan yang diungkapkannya.
b. Empati (Empathy)
Empaty adalah suatu perasaan individu yang merasakan sama seperti yang
dirasakan orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat dalam perasaan ataupun
tanggapan orang tersebut.
c. Dukungan
Adanya dukungan dapat membantu seseorang lebih bersemangat dalam melakukan
aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan. Dukungan ini lebih diharapkan
dari orang terdekat yaitu, keluarga.
d. Perasaan Positif (Positiveness)
Perasaan yaitu dimana individu mempunyai perasaan positif terhadap apa yang
sudah dikatakan orang lain terhadap dirinya.
e. Kesamaan (Equality)
Kesamaan adalah sejauh mana antara pembicara sebagai pengirim pesan dengan
pendengar sebagai penerima pesan mencapai kesamaan dalam arti dan pesan
komunikasi. Dengan kata lain kesamaan disini dimaksudkan individu mempunyai
kesamaan dengan orang lain dalam hal berbicara dan mendengarkan.
Bentuk-bentuk Komunikasi Dalam Keluarga
a. Komunikasi orang tua yaitu suami-istri
Komunikasi orang tua yaitu suami istri disini lebih menekankan pada peran
penting suami istri sebagai penentu suasana dalam keluarga. Keluarga dengan
anggota keluarga (ayah, ibu, anak).
b. Komunikasi orang tua dan anak
Komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan
keluarga di mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Hubungan
yang terjalin antara orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai
dengan pemahaman bersama terhadap sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak
berhak menyampaikan pendapat, pikiran, informasi atau nasehat. Hubungan
komunikasi yang efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati,
dukungan, perasaan positif, kesamaan antara orang tua dan anak.
c. Komunikasi ayah dan anak
Komunikasi disini mengarah pada perlindungan ayah terhadap anak. Peran ayah
dalam memberi informasi dan mengarahkan pada hal pengambilan keputusan pada
anak yang peran komunikasinya cenderung meminta dan menerima. Misal, memilih
sekolah. Komunikasi ibu dan anak Lebih bersifat pengasuhan kecenderungan anak
untuk berhubungan dengan ibu jika anak merasa kurang sehat, sedih, maka peran
ibu lebih menonjol.
d. Komunikasi anak dan anak yang lainnya
Komunikasi ini terjadi antara anak 1 dengan anak yang lain. Dimana anak
yang lebih tua lebih berperan sebagai pembimbing pada anak yang masih muda.
Biasanya dipengaruhi oleh tingkatan usia atau faktor kelahiran. Komunikasi
keluarga penting dalam membentuk suatu keluarga yang harmonis, dimana untuk
mencapai keluarga yang harmonis, semua anggota keluarga harus didorong untuk
mengemukakan pendapat, gagasan, serta menceritakan pengalaman-pengalaman.
Komunikasi orang tua dan anak adalah suatu proses hubungan antara orang tua
yaitu ibu dan ayah dan anak yang merupakan jalinan yang mampu memberi rasa aman
bagi anak melalui suatu hubungan yang memungkinkan keduanya untuk saling
berkomunikasi sehingga adanya keterbukaan, percaya diri dalam menghadapi
masalah. Komunikasi antara orang tua dan anak dalam keluarga merupakan interaksi
yang terjadi antara anggota keluarga dan merupakan dasar dari perkembangan
anak.
Model Komunikasi dalam Keluarga
- Belum dinilai
- kata:600
More About :
pola komunikasi dalam keluarga
Berdasarkan kasuistik perilaku orang tua dan anak yang
sering munculdalam keluarga, maka pola komunikasi yang sering terjadi dalam
keluargaadalah berkisar di seputar Model Stimulus-Respons (S-R), Model ABX,dan
Model Interaksional. 241) Model Stimulus – ResponsPola komunikasi yang biasanya
terjadi dalam keluarga adalah modelstimulus – respons (S-R). Pola ini menunjukkan
komunikasi sebagaisuatu proses aksi - reaksi yang sangat sederhana. Pola S –
Rmengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan – tulisan), isyaratisyaratnon
verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentuakan merangsang orang lain
untuk memberikan respons dengan caratertentu. Oleh karena itu, proses ini
dianggap sebagai pertukaran ataupemindahan informasi atau gagasan. Proses ini
dapat bersifat timbalbalikdan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat
mengubahtindakan komunikasi berikutnya. Dalam realitas sosial pola ini
dapatpula berlangsung negatif.Sampai pada batas-batas tertentu, perkataan orang
tua dapat dimengertioleh anak. Oleh karena itu, perintah orang tua dengan
mempergunakankalimat yang sederhana dapat dilaksana kan oleh anak dengan baik.
2) Model ABX
Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi antaraanggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcombdari perspektif psikologi sosial. Newcomb menggambarkan bahwaseseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B)mengenai sesuatu (X). Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A(sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganyamerupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi, yaitu: (1)Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objekyang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dantatanan kognitif), (2) Orientasi A terhadap B dalam pengertian yang sama,(3) Orientasi B terhadap X, (4) Orientasi B terhadap A.Dalam keluarga suami-istri sering membicarakan anaknya. Entah soalsikap dan perilaku anak, masalah sandang atau pangan anak, masalahpendidikan anak, dan sebagainya. Ketika pembicaraan kedua orang tua ituberlangsung anak sama sekali tidak tahu. Anak tidak terlibat dalampembicaraan itu. Sebagai objek yang dibicarakan, anak hanya menungguhasilnya dan mungkin melaksanakannya sebatas kemampuannya.Setiap orang tua berkeinginan untuk memiliki sesuatu. Keinginan untukmemiliki sesuatu itu terkadang tidak selalu sama, karena perbe daanpendapat dalam menilainya. Namun pada akhirnya, salah seorang harusmengalah, bukan karena kalah, tapi demi meredam konflik, demikebersamaan, dan demi segalanya.
2) Model ABX
Pola komunikasi lainnya yang juga sering terjadi dalam komunikasi antaraanggota keluarga adalah model ABX yang dikemukakan oleh Newcombdari perspektif psikologi sosial. Newcomb menggambarkan bahwaseseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B)mengenai sesuatu (X). Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A(sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganyamerupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi, yaitu: (1)Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objekyang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dantatanan kognitif), (2) Orientasi A terhadap B dalam pengertian yang sama,(3) Orientasi B terhadap X, (4) Orientasi B terhadap A.Dalam keluarga suami-istri sering membicarakan anaknya. Entah soalsikap dan perilaku anak, masalah sandang atau pangan anak, masalahpendidikan anak, dan sebagainya. Ketika pembicaraan kedua orang tua ituberlangsung anak sama sekali tidak tahu. Anak tidak terlibat dalampembicaraan itu. Sebagai objek yang dibicarakan, anak hanya menungguhasilnya dan mungkin melaksanakannya sebatas kemampuannya.Setiap orang tua berkeinginan untuk memiliki sesuatu. Keinginan untukmemiliki sesuatu itu terkadang tidak selalu sama, karena perbe daanpendapat dalam menilainya. Namun pada akhirnya, salah seorang harusmengalah, bukan karena kalah, tapi demi meredam konflik, demikebersamaan, dan demi segalanya.
No comments:
Post a Comment