Tuesday, September 10, 2019

Tugas utama guru dalam pembelajaran

Dalam undang-undang guru dan dosen, ada tujuh tugas utama guru. Ketujuh tugas tersebut adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Apa saja maksud dari ketujuh tugas utama guru tersebut?


1. Mendidik

Mendidik adalah mengajak, memotivasi, mendukung, membantu dan menginspirasi  orang lain untuk melakukan tindakan positif yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain atau lingkungan. Mendidik lebih menitikberatkan pada kebiasaan dan keteladanan.


2. Mengajar

Mengajar adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh guru untuk membantu atau memudahkan siswa  melakukan kegiatan belajar. Prosesnya dilakukan dengan memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikkan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang diberikan kepada siswa agar menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Membimbing

Suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk menyampaikan bahan ajar untuk mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan pendekatan tertentu yang sesuai dengan karakter siswa. Membimbing juga dimaksudkan untuk membantu siswa agar menemukan potensi dan kapasitasnya, menemukan bakat dan minat yang dimilikinya sehingga sesuai dengan masa perkembangan dan pertumbuhannya.


4. Mengarahkan

Mengarahkan adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru kepada peserta didik agar dapat mengikuti apa yang harus dilakukan agar tujuan dapat tercapai.Mengarahkan bukan berarti memaksa, kebebasan peserta didik tetap dihormati dengan tujuan agar tumbuh kreativitas dan inisiatif peserta didik secara mandiri.


5. Melatih

Menurut Sarief (2008), melatih pada hakekatnya adalah suatu proses kegiatan untuk membantu orang lain (atlet) mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya dalam usahanya mencapai tujuan tertentu. Dalam dunia pendidikan tugas guru adalah melatih siswa terhadap fisik, mental, emosi dan keterampilan atau bakat.


6. Menilai

Menurut (BSNP 2007: 9), penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Tugas guru adalah menilai siswa pada aspek keterampilan, sikap dan pengetahuan. Tujuannya untuk mengukur sejauhmana kompetensi siswa setelah proses belajar mengajar selesai dilaksanakan.


7. Mengevaluasi

Mengevaluasi dapat dimaknai sebagai suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai (Gronlund, 1985, dalam Djaali dan Pudji M). Evaluasi ditujukan untuk mendapatkan data dan informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemajuan, perkembangan, dan pencapaian belajar siswa, serta keefektifan pengajaran guru. Evaluasi pembelajaran mencakup kegiatan pengukuran dan penilaian.



Perlindungan Profesi Guru: UU Guru dan Dosen vs UU Perlindungan Anak

Dalam rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa guru, secara khusus, adalah pendidik profesional dengan tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

Dari definisi guru di atas terlihat bahwa tugas profesionalnya tidaklah ringan. Ia dituntut untuk terus senantiasa meningkatkan profesionalismenya dengan baik. Pun tantangan yang dihadapinya kian berat dan kompleks di era globalisasi, kini.

Sangat kontras jika dibandingkan dengan kondisinya beberapa puluh tahun yang lalu. Hal ini membutuhkan perlindungan yang komprehesif terhadap profesi guru agar aman, nyaman dan leluasa menjalankan profesinya menjadi guru.

Banyak kasus yang telah terjadi di mana guru menjadi objek kekerasan peserta didik atau orang tua peserta didiknya. Bahkan lebih dari itu semua, ada seorang guru dianiaya hingga ia tewas.

Kasus terakhir yang masih hangat dalam ingatan kita adalah penganiayaan terhadap seorang guru bernama Ahmad Budi Cahyono di SMA 1 Torjun, Kabupaten Sampang, Madura, Kepergiannya menyisakan luka dan pilu yang menyayat hati. Paling menyedihkan lagi, sang guru seni itu harus pergi selamanya dengan meninggalkan seorang istri yang tengah mengandung anak pertama.

Perlindungan Profesi Guru vs  UU Perlindungan Anak

Guru seringkali dilaporkan telah melanggar hak perlindungan anak saat memberikan sanksi pelanggaran displin terhadap peserta didiknya, seperti menyuruh push up atau menyuruh berlari mengelilingi lapangan basket sekolah dan sejenisnya. Kini, sanksi jenis demikian dinilai tidak lagi mendidik bahkan dianggap melanggar Undang-undang Perlindungan Anak.

Hukuman disiplin yang diberikan kepada peserta didik harus mengacu kepada tata tertib sekolah dan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak. Seorang guru, sungguh, harus “berhati-hati” dalam mendisiplinkan peserta didiknya agar terhindar dari ancaman UU Perlindungan Anak di atas.

Biasanya, guru kerap diadukan ke aparat kepolisian dengan laporan melanggar Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA). Undang-undang Perlindungan Anak seperti ranjau yang bisa menyandera seorang guru dari kewenangan profesinya. Ia juga seolah menjadi alat kriminilasasi bagi guru. Kondisi demikian adalah konsekuensi atas pemaknaan HAM yang kebablasan pasca reformasi.

Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang biasanya dijadikan referensi dalam laporan pengaduan kekerasan terhadap anak oleh guru. Pasal tersebut berisi bahwa anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temanya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. Tindakan kekerasan terhadap anak di atas bisa berupa fisik, psikis dan seksual.

Kondisi faktual di lapangan kini mulai terlihat, seorang guru akhirnya mengambil jalan aman agar tak dipusingkan dengan dampak yang akan terjadi jika ia melakukan hal-hal yang dianggap melakukan kekerasan terhadap anak didiknya dengan membiarkan atau “cuek” terhadap perilaku peserta didiknya yang kurang sopan atau beretika kurang baik. Sungguh, sebuah sikap dilematis yang hadapinya.

Di sini lain ia harus bertanggungjawab atas perilaku peserta didiknya, dan di sisi lain ia merasa takut terkena masalah hukum yang akan menimpanya. Akhirnya, ketika di sekolah, ia hanya sebatas mengajar bukan mendidik. Padahal proses pendidikan harusnya meliputi tiga ranah, yaitu menyoal sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tidak hanya didominasi oleh  ranah pengetahuan belaka.

Dari data dan fakta di atas pemerintah dalam konteks ini, Kemendikbud, harus segera merealisasikan perlindungan guru, agar dalam melaksanakan tugasnya, seorang guru bisa merasa aman, nyaman, tenteram, serta tidak mudah dikriminalisasi oleh peserta didik atau orang tua peserta didik.

Negara mempunyai tugas memastikan pelaksanaan hak dan kewajiban warga negaranya berjalan dengan baik. Disamping itu, negara juga harus dapat mencegah terjadinya risiko yang selalu mengancam warga negaranya dengan baik pula. Jika kita lihat pesan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tampaklah dengan jelas bahwa negara bertugas mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, termasuk di dalamnya rakyat mendapatkan perlindungan hukum secara komprehensif.

Senada dengan hal di atas, H.W.R. Wade (Character of the Law, 1986)mengatakan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat atau warga negaranya. “.....the need to protect the citizen against arbitrary goverment”.

Spirit perlindungan hukum di atas terlihat salah satunya dalam Undang-undang Guru dan Dosen, dimana ia menjadi objek kajian perlindungan hukum bagi profesi guru. Perlindungan hukum bagi profesi guru pada umumnya bisa dipahami dengan menelusuri sumber pengaturannya, yaitu sejarah yang termanifestasikan dari landasan filosofis, yaitu Pancasila.

Sebagaimana rumusan pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang telah dibahas di atas, sangat jelaslah pengertian guru dengan tugas keprofesiannya.

Jika kita lihat juga Pasal 39 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 menyebutkan bahwa “pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam melaksanakan tugas.

Adapun perlindungan yang dimaksud dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Selanjutnya dalam Pasal 39 ayat (3) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 disebutkan bahwa “perlindungan hukum sebagaimana dimaksud mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, itimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.

Menyoal perlindungan hukum, semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali yang berpotensi menimpa guru. Perlindungan hukum tersebut meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain, berupa: (1) tindak kekerasan; (2) ancaman, baik fisik maupun psikologis; (3) perlakuan diskriminatif; (4) intimidasi; dan (5) perlakuan tidak adil (Trianto & Tutik, 2006;).

Adapun soal perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas (Masnur, 2007; dan Kemendikbud RI, 2012).

Menyoal  perlindungan profesi guru, sebenarnya kita bisa belajar dari profesi kesehatan. Profesi kesehatan seperti dokter, perawat, dan apoteker memiliki kerjasama erat dengan asuransi kesehatan dan asosiasi profesi (Ikatan Dokter Indonesia, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia, dan Ikatan Apoteker Indonesia) jika ada tuntutan malpraktek dari pasien. Seandainya terjadi tuntutan atau klaim malpraktek, biasanya bisa diselesaikan pada Majelis Konsil Kedokteran. Jarang sekali kasusnya berakhir di meja hijau.

Kondisi di atas dapat menjauhkan profesi kesehatan dari ancaman kriminalisasi dan kekerasan, karena masalah tuntutan malpraktek, umumnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan dengan kompensasi yang pas dari pihak asuransi (Arli Aditya, 2018). Pertanyaannya kemudian adalah dapatkah perlindungan yang sama bisa dirasakan oleh praktisi pendidikan, yaitu guru ?

Perlindungan profesi guru sudah sangat terang dan jelas termaktub dan diatur di Pasal 39 Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005. Artinya, semua pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan, baik pemerintah, yayasan, maupun publik, wajib mengupayakan perlindungan hukum, profesi, dan keselamatan pekerjaan kepada guru.

Perlindungan terhadap profesi guru juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008. Terutama Pada Pasal 39 ayat (1), disebutkan bahwa guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agaman, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.

Pada ayat (2) dijelaskan mengenai sanksi tersebut berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundang-undangan.

Kemudian pada  Pasal 40 PP Nomor 74 Tahun 2008 dijelaskan pula bahwa guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai kewenangan masing-masing. Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah pantas seorang guru dihakimi sendiri,  dipenjarakan, dipukul, dianiaya hingga ia meninggal di tangan peserta didiknya hanya karena memberi sanksi terhadap peserta didiknya yang melanggar aturan di sekolah atau di kelas? Mandulkah  pasal-pasal dan ayat-ayat dari UU, PP dan regulasi lain yang melindungi profesi guru tersebut? Atau ada faktor apakah yang membuat seorang guru selalu didiskreditkan dalam kasus-kasus tertentu?

Guru selalu menjadi korban, objek penderita dalam beberapa kasus terakhir saat ia melakukan pendidiplinan terhadap peserta didiknya. Posisi guru dalam hal ini sangat lemah dan dilematis. Di satu sisi harus mewujudkan tujuan pendidikan nasional, di sisi lain dalam menjalankan kewenangannya dianggap melangggar UU Perlindungan Anak dan “diancam” oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Hak-hak anak atau peserta didik ini memang perlu diindahkan. Tapi yang sering dilupakan adalah bahwa guru juga punya hak untuk mendidik anak dengan cara-cara yang edukatif. Perlakuan guru terhadap anak dengan maksud untuk “mendidik” seringkali ditafsirkan sebagai pelanggaran terhadap HAM.

Banyak kasus dimana guru dituntut secara hukum karena dianggap telah melanggar hak-hak anak. Sementara itu hak-hak guru sendiri untuk mendapatkan perlindungan, baik perlindungan terhadap profesi, hukum, keselamatan kerja, dan kekayaan intelektual  kurang diperhatikan dan terabaikan sama sekali.

Akhirnya, jika guru selalu didiskreditkan dalam kasus di atas, maka tujuan pendidikan nasional, yaitu  mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, tidak akan tercapai.

Saya kira, salah satu solusinya adalah perlu ada sinkronisasi dan integrasi dalam pembuatan peraturan perundang-undangan, sehingga dari segi etik- normatif dan pelaksanaannya tidak terjadi benturan dan tumpang-tindih, yang akan berimplikasi pada pelaksanaan peraturan perundangan-undangan itu dalam tataran praktis dan keseharian kehidupan guru atau para pendidik.

Solusi lainnya pemerintah perlu segera menerbitkan peraturan atau regulasi baru yang mengecualikan pemberlakuan terhadap Undang-undang Perlindungan Anak, di mana guru mendapat pengecualian ketika melaksanakan kewenangannya sebagai guru. Atau bahasa lainnya guru tidak dapat dipidanakan oleh UU Perlindungan Anak saat ia bertugas melaksanakan kewenangannya sebagai seorang guru dengan keprofesiannya yang melekat padanya.

Guru yang melakukan tindakan pendisiplinan atau memberikan sanksi disiplin terhadap peserta didik dilingkup sekolah formal dan non formal, dengan aturan dan dasar yang jelas, tidak bisa dipidanakan dengan alasan apa pun.

Dengan demikian, seorang guru tidak akan lagi merasa terancam jiwanya, profesinya dan yang lainnya saat ia menjalankan tugas keprofesiannya. Seorang guru akan fokus tugas untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dengan baik dan benar, sehingga tujuan pendidikan nasional akan tercapai dengan sempurna.

Mendidik..

Dalam mendidik, mengajar, membimbing hingga mengevaluasi siswa, maka guru diberikan kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang ada. Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment kepada siswanya tersebut.

"Guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 ayat 1.

Dalam ayat 2 disebutkan, sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

"Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing," papar Pasal 40.

Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja.

"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain," tegas Pasal 41.

Forum Honorer Indonesia
(Penulis hasbi)

KESEJAHTERAAN GURU HONORER ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN ".

Profesi guru adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia, tugas guru ialah mentransfer ilmu pengetahuan, pengalaman, penanaman nilai-nilai budaya, moral dan agama. Selain itu guru juga berfungsi sebagai motivator, konsoler dan pemimpin didalam kelas. Kehadiran guru ditengah-tengah masyarakat merupakan unsur utama dan terpenting. Bisa dibayangkan jika ditengah-tengah kehidupan manusia tidak ada seorang guru, kita akan hidup dalam lingkaran tradisi-tradisi kuno serta peradaban kuno, sangat mustahil sebuah bangsa bisa maju tanpa pendidikan dan guru. Upaya guru mendidik, membimbing, mengajar dan melatih anak didik bukanlah hal yang mudah dan gampang ini membutuhkan keseriusan, pengalaman serta profesionalisme dalam mengorganisasikan pembelajaran sehingga mampu menjadi materi pelajaran yang dapat dipahami anak didik dengan baik. Guru mempunyai tugas yang Komplex dan sangat berat karena membawa misi pembelajaran, pencerdasan dan pembaharuan serta mempunyai peran sangat strategis dalam pembangunan bangsa. Ketika bom atom melulu lantakkan Hirosima, yang pertama yang ditanyakan kaisar jepang pada waktu itu ialah, berapa banyak guru yang selamat, ini menunjukkan betapa pentingnya peran dan posisi guru dalam pembangunan suatu bangsa. Dalam undang-undang guru dan dosen No. 14 tahun2005 pasal 1 ayat 1 : Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Selanjutnya penyelenggaraan pendidikan pada pasal 1 ayat 5 : Penyelenggara pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal.

Mencermati hal tersebut, betapa penting dan perlunya perhatian khusus menyangkut, profesi, kesejahteraan, karier dan nasib seorang guru khususnya guru honor, yang dibutuhkan guru bukan hanya gelar ” PAHLAWAN TANPA TANDA JASA “. Kita tentu bertanya ” APAKAH ADA PAHLAWAN TIDAK PAKAI TANDA JASA”. Guru honorer merupakan profesi yang diharapkan profesional, artinya guru honor penyedia jasa tetapi jasa guru honor masih sangat jauh dari harapan bahkan dibawa upah UMR sungguh sangat memprihatinkan dan menyedihkan, apakah mungkin seorang dapat berbuat maksimal tanpa pernah mengetahui kebutuhan hidupnya, rasanya tidak mungkin diera globalisasi dan ditengah-tengah krisis multi dimensional dimana harga barang melambung tinggi mempengaruhi biaya hidup ikut tinggi. Guru honorer boleh saja ikhlas mengabdi dalam mengembang tugas mengajar tetapi, guru honor juga manusia butuh dan perlu memikirkan penghidupan, ekonomi, kesejahteraan keluarganya dan dirinya sendiri dalam hidup keseharianya. Kalau kita melihat nasib dan kesejahteraan guru honorer, sungguh memprihatinkan ada saja diantara mereka berprofesi sebagai tukang ojek, mengajar ditempat lain dan kerja serabutan untuk menutupi keperluan ekonomi keluarga, belum lagi profesi-profesi yang lain memberikan dampak sikologis dimata anak didiknya dan masyarakat, ini dapat menurunkan wibawa dan martabat seorang guru.

Dalam berbagai kebijakan, perhatian pemerintah belum secara sungguh-sungguh dan serius memperhatikan nasib Guru Honorer, ini justru semakin memperpanjang catatan dan masalah perjalanan nasib guru honorer di negeri ini. Lahirnya UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen hanya membuahkan sebuah harapan dan belum menyentuh secara baik nasib serta kesejahteraan guru honor, padahal peran dan konstribusi guru honor tidak bisa diabaikan karena mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembangun sumber daya manusia disektor pendidikan. Sertifikasi profesi guru sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan guru honorer belum mampu menjadi kebijakan populer dalam menyelesaikan masalah kesejahteraan guru honorer., karena minim sekali guru honorer yang bisa mengikuti sertifikasi karena berbagai persyratan dan kriteria yang yang dirasakan cukup berat dikalangan guru honorer, kurangnya transparansi dan informasi secara terbuka serta tindakan tidak terpuji oknum-oknum yang terindikasi sarat KKN menggunakan kesempatan dalam proses seleksi administrasi untuk mengikuti sertifikasi ikut memperburuk keadaan. Sehingga apa yang diharapkan dan diprogramkan pemerintah untuk memperhatikan nasib guru khususnya guru honorer belum seperti yang diharapkan kalangan pendidik khususnya guru honorer.

Bertitik tolak pada masalah internal guru honorer sebagai sebuah profesi baik menyangkut menurunnya kualitas , diskkriminasi, perlindungan hukum, status guru honor kesejahteraanya dan kurangnya perhatian serta pembinaan organisasi guru honorer. Hal ini ada baiknya menjadi renungan kita bersama, sehingga dapat perhatian khusus dan anggaran khusus dalam rangka mencari solusi menyelesaikan masalah tersebut,, mengingat betapa pentingnya tugas dan konstribusi guru honorer dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Berubahnya sistem pendidikan dan lahirnya sejumlah peraturan pemerintah serta undang-undang dibidang pendidikan, belum mampu menyentuh dan memperbaiki profesi dan penghidupan guru honorer agar dapat hidup lebih baik dan sejahterah, seiring tuntutan jaman yang mengharuskan guru honorer untuk profesional, dengan sejumlah tugas dan tanggung jawab yang berat harus di laksanakan ditengah merosoknya moral dan rendahnya kualitas pendidikan di negri ini. Dalam hal kontrak kerja dan perlindungan hukum, undang-undang guru dan dosen mengamanatkan pasal 1 ayat 7 dan 8 : Ayat 7,
Perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama adalah perjanjian tertulis antara guru atau dosen dengan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang memuat syarat-syarat kerja serta hak dan kewajiban para pihak dengan prinsip kesetaraan dan kesejawatan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Ayat 8,
Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara guru atau dosen dan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya dirinci dan dipertegas pada pasal 39 :
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.

Guru honorer dalam menjalangkan profesinya masih banyak kita temukan tidak adanya kontrak kerja dan belum adanya perlindungan hukum secara jelas jika terjadi dismkriminasi dan pemutusan hubungan kerja, baik mereka yang bertugas disekolah negri maupun swata disemua tingkatan pendidikan yang diselengarakan pemerintah dan masyarakat penyelenggara pendidikan pasal 1 ayat 5 UU Guru dan Dosen. Maka dalam hal ini perlu dan pentingnya oraganisasi profesi guru khususnya guru honorer , sangatlah tepat undang-undang guru dan dosen mengamanatkan pada pasal 1 ayat 13 : Organisasi profesi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Selanjutnya terinci dan dipertegas pada pasal 41dan 42 :
(1) Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
(2) Organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Guru wajib menjadi anggota organisasi profesi.
(4) Pembentukan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi organisasi profesi guru dalam pelaksanaan pembinaan dan pengembangan profesi guru.

Pasal 42
Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan:
a. menetapkan dan menegakkan kode etik guru;
b. memberikan bantuan hukum kepada guru;
c. memberikan perlindungan profesi guru;
d. melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru; dan
e. memajukan pendidikan nasional.

Federasi Guru Indepeden Indonesia ( FGII ), Presedium Guru Swasta Indonesia ( PGSI ) dan Forum Honorer Indonesia ( FHI ) merupakan aliansi puluhan organisasi honorer di Indonesia merupakan wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan kesejahteraan organisasi profesi guru dan tenaga honorer Karna itu perlu mendapat perhatian, pembinaan serta bantuan pemerintah dan masyarakat penyelenggara pendidikan mengenai keberadaan organisasi tersebut. Selain itu yang tidak kalah pentingnya perlu mendapat perhatian yaitu :

a. Pembinaan dan Pelatihan guru honorer untuk meningkatkan kompetesi dan profesionalnya.
b. Bantuan hukum dan kontrak kerja untuk melindungi profesi guru honorer.
c. Adanya kebijakan atau peraturan pemerintah yang mengatur standarisasi penerimaan guru honorer disetiap jenjang pendidikan berdasarkan pengalaman kerja, pendidikan, keahlian, kompetensi dan profesionalitas
d. Pemerintah dan masyarakat penyelenggara pendidikan dalam melaksanakan program sekolah gratis perlu meningkatkan status dan kesejahteraan guru honorer.
e. Adanya payung hukum yang mengatur profesi guru honorer.
f. Pemerintah Pusat dan Daerah dalam melaksanakan program sekolah gratis tetap memberikan dan meningkatkan dana tunjangan dan subsidi guru honorer yang dianggarkan melalui APBN dan APBD.
g. Adanya Perhatian Pemerintah Pusat dan Daerah untuk membuka kembali atau memasukkan guru honorer dalam Data Base.
h. Memberikan informasi secara terbuka dimedia massa dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada guru honor untuk mengikuti sertfikasi guru dengan meninjau kembali persyaratan dan kriteria sertifikasi guru yang menjadi penghambat guru honorer dalam mengikuti sertifikasi, serta membentuk lembaga independent terdiri dari organisasi profesi guru honor,lembaga pendidikan dan ahli pendidikan atau praktisi pendidikan, untuk melakukan proses seleksi administrasi dan rekrutmen sertifikasi guru honorer.
i. Pemerintah perlu membentuk lembaga pemantau pendidikan yang independen dengan mengikut sertakan organisasi profesi guru, lembaga pendidikan dan ahli pendidikan.
j. Adanya anggaran atau bantuan pembinaan organisasi guru honorer berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat yang dianggarkan melalui APBN dan APBD.
k. Adanya kebijakan atau peraturan pemerintah yang mengatur tunjangan kesejahteraan guru honorer secara khusus.
l. Perlunya transparansi secara terbuka mengenai tunjangan dan subsidi guru serta nama-nama penerima tunjangan dan subsidi guru PNS dan Non PNS dimedia massa yang berasal dari APBN dan APBD dimasing-masing daerah.
m. Seluruh bentuk Pemberian tunjangan dan subsidi guru yang bersumber dari Dana APBN dan APBD disalurkan melalui Bank Daerah atau yang ditunjuk oleh pemerintah, langsung kerekening guru.

Dengan terpenuhinya amanat konstitusi UUD 45 pasal 31 ayat 4 : Negara memproritaskan anggaran pendidikan sekurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Angka ini belum mampu menyentuh dan memberikan pencerahan secara signifikan menyangkut kesejahteraan guru honorer, bahkan dari angka tersebut persentase bantuan peningkatan kesejahteraan guru honorer sangat minim dibanding peningkatan gaji guru PNS. Ada baiknya pemerintah lebih memfokuskan dan memproritaskan , peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan status, kesejahteraan dan pembinaan organisasi profesi guru honorer. Harapan akan adanya keseimbangan peningkatan kesejahteraan guru honorer tentu akan selaras peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan kualiatas guru honorer dan kualitas pendidikan.

Harapan harus menjadi kenyataan, sehingga nasib si “ OEMAR BAKRIE “ ( guru honorer), menjadi pahlawan yang berjasa, bukan tanpa tanda jasa. Mari kita selalu optimis bahwa guru honorer kedepan akan menjadi lebih baik, kini tinggal menunggu waktu dan kemauan pemerintah pusat, propinsi, dan kabupaten/Kota, apakah nasib guru honorer ini akan menjadi perhatian dalam melahirkan sebuah kebijakan dan aturan. Amanat Konstitusi sudah dilaksanakan, Era Baru Guru dalam hal kesejahteraan sudah menampakkan titik terang dan tantangan guru kedepan harus mampu mengimbangi dengan mulai berbenah diri untuk menjadi kompeten dan profesional dengan dilandasi semangat Tut Wuri Handayani dengan harapan sebagai sumber suri tauladan dalam mencetak sumber daya manusia melalui pendidikan. Mari kita jadikan jiwa dan spirit dalam menggelorakan kebangkitan pendidikan nasional melalui karya nyata membangun negri, menuju bangsa yang cerdas dan bermartabat diera globalisasi.


MODUL AJAR PJOK SD FASE B KELAS IV MATERI 1.5

  MODUL AJAR PJOK SD FASE B KELAS IV   Penyusun : Jenjang Sekolah : SD K KA REDONG Kelas : IV Materi : 1.5 A...